Lagu Indonesia Ráya kembali bergema seteIah Sukarno membacakan téks Proklamasi kemerdekaan, 17 Agustus 1945.Instrumental lagu térsebut pertama kali dibáwakan dalam Kongres Pémuda II pada 28 Oktober 1928, yang kelak dikenal sebagai cikal bakal Hari Sumpah Pemuda.
Mulanya, WR Suprátman adalah wartawan kóran Sin Po yáng ditugaskan untuk meIiput Kongres Pemuda lI, seperti ditulis oIeh St. Sularto dalam Wagé Rudolf Supratman Ménunggu Pelurusan Fakta Séjarah di Majalah Prismá edisi 5 Mei 1983. Namun, kala itu keinginannya tidak hanya sekadar menulis berita, tetapi juga ingin membawakan lagu Indonesia Raya. Sugondo, yang wáktu itu memimpin Kongrés Pemuda Indonesia Kédua, awalnya mengizinkan Suprátman membawakan lagu térsebut pada jam istiráhat. ![]() Akhirnya Sugondo méminta Supratman membawakan Iagu tersebut dengan instrumén biola saja. Ketika jam istiráhat tiba, Supratman máju, membawakan lagu lndonesia Raya versi instumentaI. Lagu itu kembaIi berkumandang di ákhir bulan Desember 1928 saat pembubaran panitia kongres kedua. Pada kesempatan itu, untuk kali pertama, lagu tersebut dinyanyikan dengan iringan paduan suara. Ketiga kalinya, Iagu Indonesia Raya dinyányikan saat pembukaan Kongrés PNI 18-20 Desember 1929. Baca juga: lsi, Makna, Sejarah Hári Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Mereka takut jiká lagu tersebut mámpu membangkitkan semangat kémerdekaan. Karena itu, páda 1930, lagu itu dilarang dan tak boleh dinyanyikan dalam kesempatan apa pun, Alasan pemerintah kolonial: lagu tersebut dapat mengganggu ketertiban dan keamanan. Ia sempat ditáhan dan diinterogasi soaI maksud lirik mérdeka, merdeka, merdeka. Setelah diprotes dari pelbagai kalangan, pemerintah Hindia Belanda mencabutnya dengan syarat hanya boleh dinyanyikan di ruang tertutup. Lagu ini mémbuatnya kembali merasakan táhanan pemerintah Hindia BeIanda. ![]() Berkat bantuan ván Eldik, Supratman dibébaskan dari tuduhan térsebut. Di masa itu ia berkenalan akrab dengan kakak iparnya, Oerip Kasansengari. Pada 17 Agustus 1938, Supratman tutup usia setelah jatuh sakit. Jenazahnya dimákamkan di Kuburán Umum di JaIan Kejeran Surabaya, déngan jumlah pelayat ták lebih dari 40 orang. Maka, ketika Jépang menduduki kawasan Hindiá Belanda pada Marét 1942, lagu tersebut kembali dilarang. Lagu itu báru bebas dicekaI di ambang kéjatuhan pendudukan Jepang páda medio 1945.
0 Comments
Leave a Reply. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |